Rabu, 30 Juli 2014

Warna-Warni Idul Fitri

Idul Fitri Penuh Warna
Indah itu jika hidup tak hanya diisi oleh satu warna....
Happy Idul Fitri teman-teman, maaf atas segala salah saya, tulisan-tulisan yang kurang berkenan, dan semua tingkah saya yang menyakiti....
Tak bertemu bukan berarti tak ada salah kan,hehehe. Mohon maaf ya ^^

Senin, 21 Juli 2014

Menunggu



Just Wait


Menunggu itu terasa begitu melelahkan, bukan?? Tidak juga. Tetapi bisa iya, bisa juga tidak. Sebenarnya bukan karena menunggunya, ketidakpastian waktulah yang membuat semuanya terasa berat, lebih dari biasanya. Ah aku hanya takut ini akan berakhir tragis seperti dandelion, terbang mengudara tanpa tahu arah, tanpa tahu muara, hanya mengikuti kemana arah angin, kemudian tertancap di tanah, dan membuat koloni baru. 
Apa kabar hidupmu?? Adakah yang ingin kau katakan padaku?? Kamu tahu kenapa hubungan bisa menjadi sangat awet, karena ada dua pasang telinga yang saling mendengarkan, ada mata yang saling memperhatikan, ada mulut yang senantiasa saling mengingatkan, ada tangan yang melindungi, ada kaki yang mengarahkan kemana harus melangkah, membimbing tanpa harus terbimbing. Tetapi sekarang aku bertanya-tanya, apakah organ itu berfungsi seperti sebelumnya??? Sepasang mata, telinga, mulut, tangan, kaki, akan menua hingga waktunya, tetapi itu akan menjadi saksi bahwa pernah ada waktu untuk bertahan pada setia. 
Apa yang kau lakukan sekarang?? Masihkah kau mencandaiku dengan waktu?? Atau waktu yang mencandaiku?? Entahlah. Ini seperti mencari frekuensi FM di gelombang AM. Tidak akan pernah bertemu. Tapi aku tetap menunggu. 
Terkadang aku kesal dengan kau yang tetap tak bergeming dari sini. Memenuhi rongga otakku. Semuanya sesak pada waktu tertentu, berjalan normal pada waktu tertentu lainnya. Tetapi tetap saja, sesak itu kadang menyesakkan bahkan untuk bisa berbagi sesak kepada yang lain. Aku tahu, ada atau tanpa kamu hidup ini akan tetap berjalan. Toh, di dunia ini ada berjuta orang mengalami hal yang sama, dan tidak akan membuat bumi berhenti berputar pada rotasinya. Tidak akan. 
Jangan kau ajarkan aku bagaimana cara melupakanmu. Dengan jauh seperti itu, itu cara tersirat yang kau lakukan agar aku pandai melupakanmu. Tetapi ini masalah klise bernama hati. Biarkan waktu menjawab, apakah ini akan bertahan lama atau semakin menguat. Aku mungkin harus menunggumu, untuk tahu apakah ada ruang untuk kutinggali, atau hanya sesaat perhentian. Aku mungkin harus menunggu sedikit, hingga jeda yang sedikit bisu itu menyadarkan aku untuk melangkah jauh, lalu hilang. 
Jika nanti menunggu itu bukan untuk kita, jika nanti kita bertemu, jika nanti itu sampai pada saat kau melihat keriput diwajahku, tanganku tak begitu kuat menggenggam, kakiku, bahkan untuk menopang badan ini kadang tak sanggup. Dekatlah, datanglah, walau sekedar bersenyum sapa, bukankah kita bangsa timur penuh dengan sopan santun?? Dekatilah, dan sapa aku. 
Yang paling menyakitkan dari cinta itu bukan karena tidak bisa memiliki, tetapi karena menjadi bagian yang dilupakan, padahal dalam beberapa puzzle hidup itu, kau pernah menjadi kepingannya, dalam, jauh. Datanglah, hanya sekedar bertegur sapa. 

Minggu, 20 Juli 2014

Tentang Kehilangan



Dia baru dua belas tahun. Duduk disamping Ibunya dengan tenangnya. Sesekali diusapnya air mata Ibunya yang berlinang. Dia duduk sambil memandangi Ayahnya yang kaku, dingin. Dia tegar, kuat, tanpa berlinang air mata. Bagiku itulah patokan kuat, ketika tidak berlinang airmata, dan meraung-raung ketika ditinggalkan. 

Orang-orang datang silih berganti. Sekali melihat Ayahnya yang kaku, sekali melihatnya yang tegar. Mereka menangis. Entah apakah arti tangisan itu. Aku benci suasana ini. Aku benci orang yang meraung ketika Allah mengambil milik yang dititipkan, aku juga benci dengan ketakutan diriku ketika aku dihadapkan dengan hal yang sama, aku takut tak bisa mengendalikan diriku, aku takut tak bisa tegar dan ikhlas menerima pengambilan milik-Nya itu. Aku ingin seperti tukang parkir yang selalu sadar bahwa motor itu bukan miliknya, sadar bahwa itu hanya titipan yang sewaktu-waktu bisa diambil pemiliknya. Kenapa kita mesti merasa memiliki terhadap hal yang bukan milik kita?? 

Anak itu baru dua belas tahun. Dia anak laki-laki. Dia duduk disamping Ayahnya, memeluk Ibunya yang meraung-raung. Dia masih kecil, tetapi dia setegar itu. Orang-orang datang silih berganti, sesekali berbisik “kasian dia masih kecil”, kemudian air mata mereka mengalir. 

Meninggalkan atau ditinggalkan adalah dua pilihan yang tidak bisa dipilih. Perkara apakah kita yang akan meninggalkan mereka, atau mereka yang akan meninggalkan kita hanya Allah yang tahu. Waktu akan menjadi eksekutor paling tepat. Kapan, bagaimana dan dimana akan terjawab jika waktunya tiba.
Aku melihat anak dua belas tahun itu, membayangkan dia yang akan sendiri, bulir bening itu tak terasa jatuh.

NB:
Selamat jalan Ami Mat, semoga tenang disana, anak laki-lakimu kelak akan menjadi anak yang hebat sama sama sepertimu.
jangan bersedih, Allah bersama kita

Rabu, 16 Juli 2014

Terlalu Kejamkah????


Terlalu kejamkah, jika aku berharap setiap pagi aku bisa memperbaiki dasinya, memasangkan sepatunya, mencium tangannya sebelum dia berangkat kerja,
Terlalu kejamkah jika aku meminta pagi yang indah dengan secangkir kopi panas, roti khas buatanku terhidang di meja dan menunggunya menyantapnya.
Terlalu kejamkah jika aku ingin menunggu waktu dia datang sembari membaca buku-buku psikologi, atau merajut beberapa potong baju bayi yang lucu, atau memasak kue kesukaannya.
Terlalu kejamkah jika siang hari, aku ingin mengantarkannya makan siang dalam sekotak rantang, aku hanya takut dia lebih suka makanan kantin yang penuh dengan penyedap daripada masakan buatanku, aku hanya takut jika dia lebih rindu makan diluar daripada menunggu nasi rantang yang aku bawakan.
Terlalu kejamkah jika aku ingin memiliki perasaan harap-harap cemas menunggu seseorang datang mengetuk pintu dan mengucapkan “Assalamu’alaikum”, dan aku dengan setengah berlari menemuinya, dan mencium tangannya.
Terlalu kejamkah jika aku ingin kita berbagi mimpi bersama, tentang cita-cita kita, tentang keinginan kita. Aku hanya ingin sore yang tenang dengan helaan nafas angin pada pucuk-pucuk daun muda menghela wajah kita. Aku hanya ingin kita duduk manis dengan secangkir kopi, kita bercerita banyak hal, lalu tertawa bersama.
Terlalu kejamkah jika aku meminta setiap magribku ada seseorang yang mengimani sholatku, mengaji bersama, mentadabburi Al-Qur’an bersama. Terlau kejamkah jika disepertiga malam terakhir aku ingin ada yang membangunkan aku sholat, lalu tahajud berjamaah, menangis dikeheningan malam, memusahabah diri yang sering lalai.
Terlalu kejamkah jika aku ingin sepotong hari dimana kita mendorong trolly bayi dan beberapa pasang mata menatap kita iri, menyaksikan betapa harmonisnya kita.
Terlalu kejamkah jika aku meminta ini??? Jika memang ini terlalu kejam, maka aku rela jadi manusia paling kejam, walau aku tahu juga Kau tidak akan pernah kejam kepada hamba-Mu, hanya hamba-Mu yang lemah ini saja terlalu kejam meminta dan tidak sabar menunggu kapan datangnya waktu itu.

NB:
*Tiba-tiba perasaan melow drama memuncak. Entahlah, hanya ingin menulis ini, itu saja...
Sumber Google

Senin, 14 Juli 2014

Lapak Ramadhan Kita

Saya terkadang susah untuk mengerti bagaimana saya, tetapi satu hal yang saya tahu bahwa saya mesti terus mencoba dan belajar hal-hal baru. Mencoba berfikir out of the box, mencoba berfikir beda dari biasanya, mencoba mengaktifkan otak kanan lebih dari biasanya. 
Entah kapan ini muncul, entah siapa yang berhasil merasuki diri saya hingga ke nadi-nadi terjauh darah saya, entah bagaimana cara dia berhasil mencuci otak saya hingga saya yang dulunya adalah orang yang paling gengsian, orang yang paling banyak malunya hingga berani melakukan hal ini. Sewaktu kuliah, jika ada program penambahan uang kas organisasi dengan wirausaha (baca:jualan) bisa dipasstikan saya akan menjadi orang pertama yang akan kabur, saya akan menjadi pemimpin garda yang akan melawan cara cari uang dengan jualan itu. Bukannya apa-apa, jujur saya paling tidak bisa merayu orang untuk mengatakan ya, untuk positif membeli apa yang saya dagangkan. Gengsi tingkat tinggi saya, apalagi kalau mereka menolak dagangan itu, bisa dipastikan muka saya langsung memerah dan mencari bak sampah untuk menyembunyikannya, malu atau lebih tepatnya gengsi. Dua tahun kuliah saya masih bertahan dengan kegengsian saya untuk wirausaha, saya masih tanpa malunya minta terus di Orang Tua, hingga suatu ketika ada sebuah seminar kewirausahan di Mataram yang saya ikuti. Seminar itu berhasil merubah pandangan saya, sebagai perempuan kita mesti belajar berwirausaha, belajar wirausaha dari hal-hal yang kita sukai. Oke fix, saya sangat menyukai kreasi-kreasi handmade seperti kreasi flanel dan sejenisnya. Saya membuat banyak kreasi yang lucu-lucu imut, usaha itu berjalan 2 bulan hingga akhirnya saya kelelahan karena ketja sendiri, dan tugas kuliah banyak. Kemudian pernah usaha catering mahasiswa, dan itupun berakhir naas dengan ruginya saya. Awal tahun 2014 lalu, saya menyumbangkan tenaga dan ide saya untuk membantu seorang kakak mengembangkan usahanya di bidang kuliner, nama warungnya "BombaSTEAK Waroeng". Alhamdulillah warung itu maju, dan dikenal banyak orang, tetapi lagi dan lagi saya tidak lama disana karena saya lulus test di Sumbawa dan harus pulang.

Kreasi Flanel saya

Sabtu, 12 Juli 2014

Tentang "Kebetulan" Itu

Momen di PPA PKH Sumbawa
Saya sekarang bekerja sebagai Pendamping Anak untuk program Pengurangan Pekerja Anak Disnakertrans Sumbawa, ada 10 anak dampingan yang menjadi pekerja anak dan sekolahnya terabaikan akibat pekerjaannya. 10 anak itulah sekarang yang saya dampingi untuk dikembalikan kembali ke dunia pendidikan. Hanya iseng-iseng, itulah yang ada dalam pikiran saya kemarin ketika ikut test sebagai Pendamping Anak di Disnakertrans Sumbawa. Iseng mencoba kemampuan wawancara, iseng menguji kemampuan akademik saya. Ternyata iseng itu berbuah hasil dengan diterimanya saya disana, iseng itu ternyata membuat saya harus meninggalkan sekolah saya di Lombok, iseng itu ternyata membawa saya kembali ke kampung saya, Sumbawa. "Iseng" itu ternyata adalah takdir yang Allah gariskan kepada saya. Sebelum saya paham bahwa inilah takdir itu, saya menganggap bahwa ini hanya kebetulan belaka, sesuatu yang terjadi tiba-tiba tanpa kerja tangan Allah disana.
Ketika kita berkata "oh ini hanya kebetulan, ini kan sesuatu yang tiba-tiba tanpa rencana." Kita hanya bisa berencana, tetapi Allah-lah yang akan mengeksekusi mana rencana yang baik untuk kita. Ketika rencana itu tidak berjalan seperti apa yang kita inginkan kita mengatakan itu kebetulan, padahal itulah rencana terbaik yang Allah berikan kepada kita. Kita hanya tahu sedikit dari apa yang Allah rencanakan, tetapi Allah tahu semua apa yang akan direncanakanNya untuk hambaNya. Otak kita terlalu pendek untuk berfikir panjang atas apa yang Allah rencanakan kepada kita. Ketika kita sadar bahwa kita di dunia ini hidup tidak hanya sendiri, maka seharusnya kita paham bahwa ada "kebetulan" yang itu terjadi pada kita, tetapi bisa jadi itu adalah jalan hidup bagi orang lain. Di dalam scene film kita, mungkin saja, itu cerita sekedar lalu yang tak ada apa-apanya, tetapi bagi mereka itu adalah cerita inti yang mengubah banyak hal dalam hidupnya.
Seperti apa yang pernah saya ceritakan sebelumnya tentang "Takdir terindah". Itu adalah takdir yang Allah gariskan kepada saya, untuk saya bisa paham bahwa kebetulan itu tidak ada. Ada garis takdir orang lain juga yang Allah titipkan melalui garis saya, karena jaring laba-laba hubungan manusia itu terkait erat satu sama lain tak terpisah.
"Kebetulan itu semacam kepingan puzzle, gambar yang tak utuh dalam otak. Hanya perlu mencari kepingan2 lainnya agar menjadi satu gambar utuh, agar kita paham ternyata tak ada kebetulan, yang ada hanyalah skenario indah Allah yang belum kita pahami kemana muaranya. Pun dengan jawaban dari, kenapa, mengapa, apa, bagaimana" Lulu
Dan akhirnya saya mengerti, "iseng" saya test sebagai Pendamping Anak membuat takdir mereka anak-anak yang putus sekolah itu  bersekolah kembali, iseng saya test ternyata membuat saya bertemu banyak orang-orang hebat di Sumbawa, iseng saya ternyata membuat saya mengerti "Lu, perjuangan itu tidak hanya ada di Lombok, tapi kampungmu sendiri butuh banyak kerja keras putra/putri daerahnya untuk membangunnya lebih baik lagi."