Jumat, 25 November 2016

Elang Muda di Langit Sumbawa


guru dan anak-anak SDN Talagumung
Mencerdaskan Kehidupan Bangsa, bukan hanya bualan kosong amanat Undang-undang Dasar 1945, tetapi hak dan kewajiban yang harus dilaksanakan oleh semua anak bangsa. Ketika ribuan orang berbondong-bondong untuk antri masuk di sekolah ternama, ketika para pemangku kepentingan sibuk membicarakan tentang ujian nasional bagusnya menggunakan komputer atau tidak, ketika segala informasi begitu mudah didapatkan hanya dengan sekali klik di ujung jari, ternyata ada anak-anak di dusun terpencil nan kaya sumber daya alam yang belum bisa menikmati kenyamanan seperti itu. Jangankan berbicara bagusnya ujian nasional menggunakan komputer atau tidak, melihat rupa komputer saja mereka belum pernah. Ilmu yang bagi jutaan rakyat Indonesia begitu mudahnya didapatkan hanya dengan sekali klik di ujung jari mereka, anak-anak di dusun tersebut malah harus berebutan membaca buku yang sama setiap harinya. Di tengah keterbatasan yang serba kekurangan, ada pemuda-pemuda hebat yang tak henti-hentinya menyalakan lilin harapan itu. Sudah lelah rasanya, jika hanya merutuk kenapa dusunnya masih tertinggal seperti ini, kenapa pendidikan hanya menjadi dongeng manis bagi mereka. Daripada merutuk kegelapan, lebih baik menyalakan lilin-lilin. Itu pula yang mendasari mereka untuk membuat SD Fillial atau SD cabang untuk membantu anak-anak dusun tersebut mendapatkan hak yang sama, mengenyam pendidikan yang layak, sama dengan jutaan anak Indonesia lainnya. 


jalannya ya kayak gini, duuuuh bikin encok
batunya euuuy... senggol dikit ya langsung gelindingan
Sumbawa selama ini dikenal sebagai daerah yang kaya raya, dengan potensi tambang dan sumber daya alam yang melimpah ruah, tetapi nasib Sumbawa masih sama dengan daerah di kawasan timur lainnya. Kaya raya tetapi miskin dari segi pendidikan dan infrastruktur yang layak. Ada satu desa di Kecamatan Batulanteh, Kabupaten Sumbawa yang merupakan penghasil kopi terbaik di Sumbawa, tetapi letaknya sangat terisolir.  Akses transportasi sangat susah dan terkesan ekstrim, jalan berbatu dengan kubangan lumpur membuat jalan begitu susah dilalui. Satu-satunya transportasi umum yang bisa digunakan untuk menuju Desa Tepal adalah Hardtop, sejenis mobil offroad yang telah dimodifikasi untuk bisa melalui jalan yang ekstrim.  Jarak tempuh dari pusat kota Sumbawa sekitar 60 km, tetapi karena jalannya yang jelek perjalanan bisa memakan waktu selama 6 jam, bahkan bisa menginap diperjalanan. 
 
anak-anak pulang sekolah
Dusun Talagumung adalah dusun terjauh dari Desa Tepal. Untuk menuju ke dusun tersebut kita harus berjalan kaki selama tiga jam perjalanan, melewati hutan dan menyebrangi sungai dengan arus yang lumayan besar. Terhitung ada 27 Kepala Keluarga yang mendiami dusun tersebut, dengan 14 rumah panggung yang terbuat dari bilah papan dan anyaman bambu. Sebagian besar sumber utama penghidupan mereka adalah petani kopi. Selain berkebun kopi, Mereka juga menanam padi ladang dan sayuran lainnya untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Tidak ada listrik yang mengaliri dusun ini. Satu-satunya sumber listrik yang bisa digunakan adalah listrik tenaga surya, yang hanya digunakan sebagai pengeras adzan di mushalla. Untuk kebutuhan penerangan lainnya, mereka menggunakan lampu minyak dan senter yang dibeli dari Desa Tepal. Ketiadaan akses jalan menuju dusun tersebut merupakan factor utama pendidikan di dusun tersebut terhambat. Sejak dulu, anak-anak yang sudah memasuki usia sekolah harus hijrah ke Desa Tepal untuk mengenyam pendidikan dasar. Di Desa Tepal, anak-anak tersebut dititipkan oleh orang tuanya kepada sanak famili atau kerabat dekat yang tinggal disana. Menitipkan anak-anak di rumah keluarga di Desa Tepal untuk bersekolah adalah satu-satunya pilihan bagi para orang tua di Talagumung untuk bisa melihat anaknya mendapatkan pendidikan, karena tidak mungkin anak-anak kecil tersebut pulang pergi berjalan kaki menembus hutan setiap harinya, ditambah lagi jalan setapak itu bukan jalan yang aman untuk dilalui anak-anak. Berangkat dari keterbatasan dan permasalahan pendidikan itulah, membuat para pemuda dusun tersebut tergerak, bernisiatif untuk membuat SD Fillial atau cabang. Berkat swadaya dan gotong royong masyarakat dusun, dibangunlah SD Talagumung Fillial SDN Tepal dengan kondisi bangunan yang masih sangat sederhana dan ala kadarnya yang terbuat dari bilah-bilah papan dan atap bambu. Lantainya pun masih menggunakan lantai tanah, dan bisa dipastikan ketika musim penghujan tiba, sekolah itu akan becek. 
proses belajar mengajar di dalam kelas
anak-anak SDN talagumung
Ada empat orang guru yang menjadi pengajar sukarela di SD tersebut, mereka semua adalah pemuda asli dusun tersebut, salah seorang diantara mereka adalah sepasang suami isteri. Suami isteri ini pulalah yang menjadi penggerak berjalannya SD Fillial ini. Sejak menikah dan pulang ke dusun kelahiran, mereka tergerak untuk menghidupkan sekolah tersebut, agar memudahkan anak-anak bersekolah dan tidak harus meninggalkan orang tua ke Desa Tepal seperti apa yang mereka alami dulu. Ati adalah penduduk asli Dusun Talagumung, sejak SD hingga SMA dia sudah keluar dusun tersebut untuk bersekolah. Dari dulu Ati dikenal sebagai murid yang ulet dan berprestasi, hingga SMA dia berhasil bersekolah di SMA ternama di Sumbawa. Atas keuletan dan kerja kerasnya itu pulalah yang membuat dia ditawari untuk bekerja di salah satu kantor di Sumbawa, tetapi dia menolak dan lebih memilih untuk pulang ke kampung halaman bersama sang suami tercinta. Saf juga seperti itu. Nasibnya sama dengan nasib anak-anak Tepal lainnya, ketika sudah memasuki usia sekolah, dia harus keluar rumah dan jauh dari orang tua hanya untuk bersekolah. Pengalaman-pengalaman masa kecilnya yang jauh dari orang tua, merasakan susahnya bersekolah dengan segala keterbatasan itulah yang mendorong suami isteri ini untuk terus menggerakkan sekolah ini. Para pengajar yang mengabdi di SD ini semuanya lulusan SMA yang terletak di Kota Sumbawa. Bahkan ada satu diantara mereka adalah lulusan pondok pesantren di Kabupaten Sumbawa Barat, usianya sangat muda masih 20 tahun. Sejak dibentuk tahun 2007 yang lalu, hingga sekarang belum ada sedikit pun perhatian pemerintah terhadap sekolah ini. Bahkan gaji yang diterima didapatkan selama tiga bulan sekali, dengan jumlah sebesar Rp. 75.000. Masih sangat jauh dari kata layak untuk pengabdian mereka yang luar biasa. Sebulan sekali, pasangan suami isteri ini turun ke Sumbawa untuk membeli kebutuhan hidup mereka, beberapa keperluan sekolah seperti kapur dan alat-alat tulis untuk anak-anak juga tak lupa mereka beli, dan semuanya berasal dari kantong mereka sendiri. Bukan sekali dua kali mereka mengaspirasikan suara mereka tentang sekolah tersebut, tetapi pemerintah seakan menutup mata terhadap permasalahan di desa mereka. Izin operasional sekolah juga hingga saat ini belum bisa dikantongi. 
bang fathul lagi main sama anak-anak(nya) hahahaa
wefieeee


*Tulisan pada bulan April 2015, pada saat mengikuti Eagle Awards Documentary Competition yang akhirnya gagal menuju 10 Besar.
Ide cerita ini juga muncul ketika melakukan perjalanan ke Tepal bersama bang Fathul Rakhman  pada tanggal 1 Mei 2015. Pasca perjalanan ke Tepal ini juga, banyak tulisan tentang Tepal yang diterbitkan bang Fathul di Koran Lombok Post, tulisan-tulisan itu juga yang akhirnya membuat banyak orang yang melirik ke Tepal, khususnya Talagumung. Beberapa komunitas kepemudaan di Sumbawa turun tangan untuk membantu membuat sekolah di SD Talagumung itu menjadi lebih layak untuk anak-anak bersekolah. Sekarang sekolahnya sudah
Tulisan di Lombok post
Tulisan di Lombok post
Tulisan di Lombok post

2 komentar:

  1. Ya Allah terharuuu, semoga para gurunya diberi kesehatan dan kelancaran juga rejeki melimpah aamiin

    BalasHapus
    Balasan
    1. Amin Ya Rabb..
      iya mba.. alhamdulillah sekarang sekolahnya sdh dalam kondisi yang baik:D

      Hapus

Tinggalkan jejak ya teman-teman, supaya saya bisa berkunjung kembali....
Salam persahabatan Blogger Indonesia ^_^